30 March 2022
dilihat 92x
Mobilku.com - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memperkirakan bahwa harga keekonomian atau batas atas bahan bakar minyak (BBM) untuk RON 92 bisa mencapai angka sekitar Rp 16.000 per liter pada bulan April mendatang.
Menanggapi kabar tersebut, Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menjelaskan bahwa sepanjang tahun 2021 Pertamina harus menanggung selisih harga di kisaran Rp 2.500-3.000 per liter imbas tidak menyesuaikan harga dengan biaya operasional dan minyak dunia. Maka opsi kenaikan adalah hal yang harus dilakukan.
"Saat ini konsumsi Pertamax kurang lebih sekitar 12% dari total konsumsi (BBM) nasional, di angka 5 sampai 6 juta K/L, sekitar segitu konsumsinya, jadi hitung saja berapa kerugian yang harus ditanggung Pertamina," ujar Mamit.
Pengamat Ekonomi dan Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi juga memiliki pendapat yang sama. Terlebih lagi, pemerintah belum membayarkan seluruh utangnya kepada Pertamina.
"Utang Pertamina di pemerintah itu kan hampir 4 tahun belum lunas. Nah saya khawatir akan terjadi shortage cash perusahaan. Pertamina kan pasti akan membutuhkan cash untuk pengadaan BBM. Kalau uangnya kurang pasti kesulitan" tutur Fahmy.
Fahmy menjelaskan bahwa harga minyak dunia saat ini telah menyentuh lebih dari US$ 100/barel. Jika Pertamina tidak menyesuaikan harga, Pertamina dipastikan akan menanggung kerugian yang sangat besar dan melukai kegiatan operasional perusahaan.
Beberapa pihak mengusulkan jika harga Pertamax naik di kisaran Rp 12.000 - 14.000, tetapi jangan sampai menyentuh Rp 16.000 walaupun itu harga yang seharusnya ditetapkan. Sebab, kenaikan sebesar itu terlalu berat untuk masyarakat.
Bukan hanya kalangan pengamat yang setuju untuk kenaikan harga Pertamax, hasil rapat DPR RI dengan Pertamina juga berpendapat bahwa Pertamina memang harus melakukan penyesuaian harga.
Dalam salah satu poin kesimpulan Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI bersama Pertamina, disebutkan bahwa Komisi VI DPR RI mendukung Pertamina untuk melakukan penyesuaian harga Pertamax guna mengikuti harga pasar. Hal ini dilakukan agar kinerja keuangan perusahaan migas pelat merah itu tak semakin boncos.
"Komisi VI DPR RI mendukung penyesuaian harga bahan bakar minyak non subsidi yang mengikuti harga keekonomian minyak dunia untuk menjamin kesehatan keuangan Pertamina dalam menjalankan penugasan pemerintah," bunyi salah satu poin kesimpulan yang dibacakan Wakil Ketua Komisi VI DPR Aria Bima.
Di samping itu, Komisi VI juga mendesak pemerintah untuk melakukan pembayaran atas piutang Pertamina, sehingga kondisi keuangan perusahaan tak terganggu dalam proses penyaluran BBM ke pelosok negeri.
Sebagai catatan, selama tahun 2020 kompensasi yang harus dibayarkan oleh pemerintah karena tidak ada kenaikan harga BBM dan tarif listrik adalah sekitar Rp 63,8 triliun. Pemerintah sejauh ini sudah membayar tagihan tersebut sebesar Rp 47,9 triliun, menyisakan Rp 15,9 triliun yang perlu di bayar.
Kemudian pada tahun 2021, harga BBM kembali ditahan, walaupun dari sisi global harga minyak sudah mulai mengalami kenaikan. Hal ini akhirnya menambah jumlah kompensasi yang harus dibayarkan menjadi Rp 93,1 triliun.
Maka dari itu, total kompensasi yang harus dibayarkan oleh Pemerintah saat ini mencapai Rp 109 triliun, meliputi Rp 84,4 triliun untuk BBM dan Rp 24,6 triliun untuk listrik.
0 Komentar
Tambah Komentar